Social Learning: Belajar dari Mengamati dan Meniru
Pernahkah Anda mengamati dan meniru orang lain? Mengamati dan meniru orang lain dapat membantu pengembangan kemampuan sosial, moral, dan kognitif kita, dan dapat digunakan untuk menciptakan perubahan positif dalam hidup.
Social learning merupakan konsep memahami bagaimana manusia belajar dari lingkungannya. Ini adalah bentuk pembelajaran yang terjadi melalui pengamatan dan interaksi dengan lingkungan sosial, seperti orang lain, hewan, dan sumber media. Melalui pembelajaran ini, individu memperoleh informasi tentang perilaku, nilai, dan norma dari orang lain di lingkungannya.
Pengertian Social Learning
Teori social learning yang dikemukakan oleh Albert Bandura, menekankan pentingnya mengamati, mencontoh, dan meniru perilaku, sikap, dan reaksi emosional orang lain. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti perhatian, motivasi, sikap, dan emosi.
Teori pembelajaran sosial mempertimbangkan bagaimana faktor lingkungan dan kognitif berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran dan perilaku manusia. Hal ini berarti bahwa pembelajaran terjadi karena orang mengamati konsekuensi dari perilaku orang lain. Teori Bandura bergerak melampaui teori perilaku, yang menunjukkan bahwa semua perilaku dipelajari melalui pengkondisian, dan teori kognitif, yang mempertimbangkan pengaruh psikologis seperti perhatian dan memori.
Menurut Bandura, orang mengamati perilaku baik secara langsung melalui interaksi sosial dengan orang lain, maupun secara tidak langsung dengan mengamati perilaku melalui media. Tindakan yang diberi penghargaan lebih mungkin untuk ditiru, sedangkan tindakan yang dihukum dihindari.
Singkatnya, teori pembelajaran sosial menegaskan bahwa individu belajar dengan mengamati orang lain. Pembelajaran yang bersifat sosial dan bukan sekedar perilaku seperti yang selama ini diyakini, dapat dilakukan (misalnya anak melihat adiknya dengan sopan meminta traktir dan menerimanya), atau tidak dilakukan (misalnya remaja mendengar teman menjelaskan mengambil kunci dan mereka mempelajari sesuatu yang baru tetapi tidak mencobanya sendiri).
Teori pembelajaran sosial menunjukkan bahwa social modeling dan perilaku yang baik adalah alat kelas yang kuat. Jika anak-anak melihat hasil positif dari suatu tindakan, seperti memperhatikan pelajaran, mereka lebih cenderung melakukan tindakan itu sendiri. Sebaliknya, jika mereka melihat konsekuensi negatif, mereka cenderung menghindari perilaku tersebut.
Teori pembelajaran perilaku dan kognitif merupakan bagian utuh dari social learning. Sebagai model komprehensif yang terbuka untuk berbagai pengalaman belajar, pembelajaran sosial mempertimbangkan konteks sosial untuk memahami bahwa belajar tidak hanya perilaku, tetapi juga proses kognitif. Ini berarti bahwa guru dapat menggunakan sistem hukuman dan penghargaan untuk membantu siswa belajar dari contoh orang lain.
Teori pembelajaran sosial juga mempromosikan self-efficacy melalui umpan balik yang konstruktif. Peserta didik yang menerima penguatan positif cenderung lebih percaya diri dan kemampuan mereka — teori berpendapat bahwa interaksi positif akan menonjol dalam pikiran mereka, dan mereka ingin mengulangi perilaku baik mereka.
Konsep Inti Social Learning
Ada tiga konsep inti social learning. Pertama adalah gagasan bahwa orang dapat belajar melalui observasi. Berikutnya adalah gagasan bahwa kondisi mental internal merupakan bagian penting dari proses ini. Terakhir, teori ini mengakui bahwa hanya karena sesuatu telah dipelajari, tidak berarti bahwa hal itu akan menghasilkan perubahan perilaku.
“Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely on the effects of their own actions to inform them what to do,” — Bandura dalam bukunya Social Learning Theory tahun 1977.
Bandura selanjutnya menjelaskan bahwa “Untungnya, sebagian besar perilaku manusia dipelajari secara observasi melalui pemodelan: dari mengamati orang lain, seseorang membentuk gagasan tentang bagaimana perilaku baru dilakukan, dan pada kesempatan selanjutnya, informasi yang dikodekan ini berfungsi sebagai panduan untuk bertindak.”
Yuk kita bahas mengenai masing-masing konsep ini lebih mendalam.
Orang Dapat Belajar Melalui Pengamatan
Salah satu eksperimen paling terkenal dalam sejarah psikologi melibatkan boneka bernama Bobo. Bandura mendemonstrasikan bahwa anak-anak belajar dan meniru perilaku yang mereka amati pada orang lain.
Anak-anak dalam studi Bandura mengamati orang dewasa yang bertindak kasar terhadap boneka Bobo. Ketika anak-anak kemudian diizinkan bermain di kamar dengan boneka Bobo, mereka mulai meniru tindakan agresif yang mereka amati sebelumnya.
Bandura mengidentifikasi tiga model dasar pembelajaran observasional:
- Model langsung, yang melibatkan individu aktual yang mendemonstrasikan atau memerankan suatu perilaku.
- Model simbolik, yang melibatkan karakter nyata atau fiksi yang menampilkan perilaku dalam buku, film, program televisi, atau media online.
- Model instruksional verbal, yang melibatkan deskripsi dan penjelasan tentang suatu perilaku.
Melalui pengamatan bahkan tidak selalu mengharuskan orang lain untuk terlibat dalam suatu aktivitas. Mendengar instruksi verbal, seperti mendengarkan podcast, dapat mengarah pada pembelajaran. Kita juga bisa belajar dengan membaca, mendengar, atau menonton aksi tokoh-tokoh dalam buku dan film dari berbagai media seperti video game, film, program televisi, video online, dan lain-lain.
Kondisi Mental Penting untuk Dipelajari
Bandura mencatat bahwa penguatan lingkungan eksternal bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi pembelajaran dan perilaku. Ia menyadari bahwa penguatan tidak selalu datang dari sumber luar. Keadaan mental dan motivasi Anda sendiri memainkan peran penting dalam menentukan apakah suatu perilaku dipelajari atau tidak.
Ia menggambarkan penguatan intrinsik sebagai bentuk penghargaan internal, seperti kebanggaan, kepuasan, dan rasa pencapaian. Penekanan pada pemikiran dan kognisi internal ini membantu menghubungkan teori pembelajaran dengan teori perkembangan kognitif. Sementara banyak buku teks menempatkan teori social learning dengan teori perilaku, Bandura sendiri menggambarkan pendekatannya sebagai ‘social cognitive theory.’
Belajar Belum Tentu Mengarah pada Perubahan
Bagaimana kita menentukan kapan sesuatu telah dipelajari? Dalam banyak kasus, pembelajaran dapat langsung terlihat ketika perilaku baru ditampilkan. Saat Anda mengajari seorang anak mengendarai sepeda, Anda dapat dengan cepat menentukan apakah pembelajaran telah terjadi dengan meminta anak tersebut mengendarai sepedanya tanpa bantuan.
Namun, terkadang kita dapat mempelajari berbagai hal meskipun belajar itu mungkin tidak langsung terlihat. Pembelajaran menyebabkan perubahan permanen dalam perilaku, pembelajaran melalui pengamatan menunjukkan bahwa orang dapat mempelajari informasi baru tanpa menunjukkan perilaku baru.
Elemen-elemen Social Learning
Ada empat elemen social learning, di antaranya:
1. Perhatian
Peserta didik tidak dapat belajar jika mereka tidak fokus pada tugas. Perhatian seorang anak harus ditangkap agar mereka dapat meniru suatu perilaku. Kemampuan untuk memperhatikan sangat tergantung pada aksesibilitas perilaku yang diamati, kompleksitas perilaku, dan nilai yang dirasakan.
2. Ingatan
Peserta didik belajar dengan menyimpan informasi. Peserta didik kemudian mengingat informasi itu ketika ingin menanggapi situasi yang memiliki elemen yang mengingatkan mereka pada apa yang dipelajari. Untuk belajar dari pengamatan, kita harus menyimpan informasi itu. Dengan mempertahankan urutan perilaku beserta konsekuensinya, peserta didik dapat mengambil kembali pengetahuan ini dan menerapkannya untuk meniru perilaku di masa mendatang.
3. Meniru
Peserta didik meniru perilaku atau pengetahuan yang dipelajari sebelumnya saat diperlukan. Melakukan perilaku yang ditunjukkan oleh model atau merujuknya dalam tindakan dapat meningkatkan cara peserta didik merespons. Ketika suatu perilaku diulangi dalam berbagai konteks sosial, seorang peserta didik dapat mempertimbangkan umpan balik dan menyesuaikan atau mengubah cara perilaku ini dilakukan dalam interaksi di masa depan.
4. Motivasi
Kemauan untuk melakukan suatu perilaku berdasarkan imbalan dan hukuman yang dihasilkan dari pemodelan tindakan. Ketika imbalan yang dirasakan lebih besar daripada biaya yang dirasakan, individu lebih cenderung meniru perilaku tersebut. Respons dan konsekuensi sosial menentukan apakah perilaku yang diamati diulangi di masa depan.
Baca juga: Lifelong Learner: 5 Langkah Praktis untuk Belajar Tanpa Batas!
Manfaat Social Learning
Social learning telah menjadi alat yang efektif untuk memahami perilaku, interaksi, dan sikap anak. Pembelajaran sosial juga membantu kita mengamati bagaimana faktor kognitif dan lingkungan berkontribusi pada pembelajaran dan perilaku. Dalam penerapannya, social learning memiliki beberapa manfaat pada cakupan pembelajaran di sekolah maupun perusahaan, yaitu:
1. Fleksibel
Social learning cukup mendasar dan dinamis untuk diterapkan pada banyak perilaku, dan pada lingkungan belajar formal dan informal, mulai dari ruang kelas hingga jaringan pengetahuan dalam publik yang lebih luas.
2. Dapat beradaptasi
Pembelajaran ini mendukung gagasan bahwa belajar terjadi dalam berbagai cara, termasuk pengamatan menyeluruh, peniruan, dan pengalaman langsung. Selain itu, pembelajaran sosial mendukung gagasan bahwa kebanyakan individu berkembang dan beradaptasi di bawah lingkungan dan situasi baru.
3. Mudah diterapkan
Social learning telah diterapkan di banyak tempat dan secara konsisten menunjukkan hubungan yang kuat antara konsep dan perilaku pembelajaran sosial.
4. Daya ingat pada pembelajaran tinggi
Dengan mempelajari sesuatu secara langsung dari seseorang, Anda dapat mengingatnya dengan lebih baik karena mengingat hal-hal seperti nada suara, gambar, ingatan, atau bahkan lelucon selama pembelajaran yang dikaitkan dengan konten pembelajaran.
5. Informasi yang lebih baik
Semakin sering peserta didik bertukar pikiran dengan teman mereka tentang berbagai topik, semakin sering mereka melihat melampaui pengetahuan mereka. Ini memperluas perspektif mereka dan memberi mereka kesan yang membantu mencegah kesalahan dan meningkatkan efisiensi.
6. Keterlibatan peserta didik yang pasif
Ada banyak orang yang pendiam atau bahkan takut untuk bertanya. Pembelajaran sosial dalam konteks kelompok belajar atau kelompok lain yang lebih besar dari 2 orang memudahkan seorang introvert untuk belajar dengan mendengarkan orang lain mendiskusikan pertanyaan mereka.
7. Keterampilan yang lebih baik
Kecenderungan ini bagus untuk pengaruh dalam organisasi. Dengan mendorong berbagi pemikiran, ide, pengalaman, dan praktik terbaik, Anda memperkuat produktivitas dan keterampilan peserta didik atau karyawan Anda.
8. Kolaborasi
Belajar bukanlah satu-satunya hal yang kolaboratif dalam hal ini. Faktor-faktor lain secara alami disertakan juga. Peserta didik lebih sering saling membantu, mencari nasihat dan bantuan, berkolaborasi dengan lebih baik, dan belajar sepanjang jalan. Waktu terbaik untuk belajar adalah ketika Anda membutuhkan pengetahuan.
9. Pemecahan masalah secara real time
Banyak karyawan mencari kesempatan belajar pada saat dibutuhkan. Dorongan untuk memecahkan masalah yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri membutuhkan kolaborasi. Biasanya, hal pertama yang akan dilakukan manusia dalam situasi ini adalah meminta ide orang lain. Ini jauh lebih cepat daripada mencari jawaban secara online.
10. Biaya lebih rendah
Menyatukan peserta didik untuk berbagi keahlian materi pelajaran lebih murah daripada mengadakan seminar atau konten pembelajaran tentang topik yang sama. Selain itu, ketika peserta didik tahu siapa yang harus ditanyakan tentang suatu topik, informasi menyebar, dan, seiring waktu, jaringan mentoring dibuat di dalam perusahaan. Ini mendorong aktivitas sharing dan mengurangi kebutuhan untuk belajar dari sumber lain.
Kekurangan Social Learning
Selain manfaat, pembelajaran sosial juga memiliki kekurangan yang perlu diketahui sebelum Anda mencoba menerapkannya.
1. Konflik batin
Karena pembelajaran sosial didasarkan pada gagasan untuk mengadaptasi apa yang dianggap sebagai perilaku sukses dan positif pada orang lain, Anda belajar untuk berperilaku lebih seperti orang lain. Jika Anda menggunakan taktik ini terlalu sering dan terlalu intens, dapat mengakibatkan konflik batin jika perilaku baru tersebut bertentangan dengan pandangan Anda sendiri. Dalam jangka panjang, ini mengarah pada resistensi internal yang aktif dan mencegah proses pembelajaran apa pun.
2. Kurangnya keaslian
Pembelajaran sosial tidak serta merta memengaruhi kepribadian seseorang. Dalam kebanyakan kasus, dibutuhkan peniruan jangka panjang dan berulang untuk mengadopsi perilaku baru sebagai perilaku sendiri atau kehilangan hubungan dengan kepribadian seseorang. Selain itu, orang sering menyadarinya sendiri ketika ada sesuatu yang terasa tidak asli.
3. Kehilangan inovasi
Proses pemikiran, pendapat, dan pandangan pribadi sering diabaikan, mendukung perilaku yang menjanjikan kesuksesan terbesar. Namun, karena ide-ide baru dan tidak konvensional cenderung membawa kemajuan dan inovasi, teknik pembelajaran ini sebaiknya tidak digunakan terlalu banyak.
4. Hambatan yang tidak terduga
Sangat sedikit orang yang mengetahui batasan, kekuatan, dan kelemahan mereka dengan sangat baik. Seringkali tidak mungkin meniru perilaku orang lain karena hambatan yang tidak diketahui dapat muncul. Ini dapat mengakibatkan frustrasi, yang mengarah pada pengunduran diri.
5. Konsekuensi untuk harga diri
Kebanyakan orang tidak dapat membedakan antara pengamatan atau peniruan, dan perbandingan dengan diri mereka sendiri. Jika kita membandingkan diri kita dengan orang lain, biasanya kita membandingkan indikator yang terlihat seperti kinerja dan hasil. Hal ini menyebabkan frustrasi dan kekecewaan dalam banyak kasus.
Seseorang biasanya membandingkan diri dengan orang yang dapat melakukan sesuatu lebih baik dari dirinya untuk belajar dari orang tersebut. Akibatnya, perbandingan seperti itu akan dapat merugikan diri sendiri. Bagi orang-orang tanpa harga diri yang kokoh, hal seperti itu dapat menimbulkan konsekuensi psikologis dalam jangka panjang. Oleh karena itu, perhatian harus diambil untuk membedakan pembelajaran sosial dari perbandingan pribadi secara jelas dan untuk memasukkan penguatan positif.
6. Intervensi yang diperlukan
Diskusi kelompok perlu dipimpin karena jika tidak, mereka dengan cepat menyimpang dan berubah menjadi percakapan pribadi yang acak, kehilangan fokus pada topik yang sedang dibahas.
7. Persyaratan
Perhatian, mengingat, meniru, dan motivasi harus ada di setiap peserta agar dapat bekerja.
Contoh Penerapan Social Learning di Kelas
Penting untuk memahami strategi bagaimana menggabungkan teori ini dan membantu peserta didik berhasil dengannya. Empati dan kepedulian sangat penting untuk memastikan teori pembelajaran ini mencapai hasil positif di kelas Anda. Guru harus selalu ingat bahwa mereka dapat fokus pada penguatan untuk membentuk perilaku, mencontohkan perilaku yang sesuai, dan membangun self-efficacy sebagai bagian dari model kelas mereka.
Model Flipped Classroom
Model flipped classroom melibatkan perubahan jadwal pembelajaran tradisional. Alih-alih seorang guru mengajar selama hari sekolah, peserta didik menonton video pembelajaran atau membaca materi di rumah. Kemudian di kelas, mereka menerapkan apa yang mereka pelajari melalui kegiatan atau tugas yang mungkin merupakan pekerjaan rumah (PR).
Guru bertindak sebagai pemandu dan pelatih, membantu mereka melanjutkan pembelajaran mereka. Ini mewujudkan pembelajaran sosial karena peserta didik dapat mengamati perilaku dan tindakan peserta didik lain selama pembelajaran dan kegiatan, melihat kapan mereka dipuji dan didorong, dan menerapkan pengamatan tersebut untuk pembelajaran mereka.
Guru dapat menggabungkan model ini dengan merekam sendiri ceramah pada mata pelajaran tertentu sehingga peserta didik dapat menonton video tersebut sebagai pekerjaan rumah mereka, kemudian mengajukan pertanyaan dan mengerjakan tugas pada hari berikutnya.
Gamifikasi dan Simulasi
Gamifikasi dan simulasi membantu guru mengubah ruang kelas mereka menjadi pengalaman yang lebih interaktif, mengubah tugas dan aktivitas menjadi permainan. Gamifikasi dapat melibatkan mengubah aktivitas menjadi permainan kompetitif dengan hadiah bagi pemenang, menciptakan sesuatu yang unik dan baru, yang akan menarik minat siswa.
Simulasi membantu menambah minat dan kesenangan pada situasi kelas. Uji coba tiruan, kota tiruan, simulasi digital—ini adalah cara yang bagus untuk meningkatkan suasana ruang kelas dan membuat peserta didik tetap terlibat. Sementara itu, mereka dapat belajar dengan meneliti tugas sambil berinteraksi dan belajar dari teman sebayanya. Guru dapat memulai dengan menguji unit yang mencakup permainan atau simulasi sederhana, lalu menambahkan permainan atau simulasi baru dalam skala yang lebih besar.
Peer Coaching
Peer coaching adalah cara yang bagus untuk membantu peserta didik belajar dari satu sama lain. Peserta didik yang terhubung satu sama lain dapat mengamati dan belajar, saling membantu di sepanjang jalan. Sangat penting untuk berhati-hati saat melakukan peer coaching, karena Anda tidak ingin peserta didik merasa tidak nyaman atau tidak aman terhadap peserta didik lain yang membantu mereka.
Bimbingan sebaya dapat bekerja dengan baik untuk pembelajaran matematika, penulisan dan pengeditan makalah, dan banyak lagi. Agar berhasil melakukan peer coaching, amati peserta didik dengan cermat untuk menentukan pasangan mana yang cocok. Peserta didik yang lebih tua juga dapat mengisi peran ini, menyampaikan apa yang telah mereka pelajari dari orang dewasa sewaktu mereka sendiri belajar untuk mengajar.
Kesimpulan
Social learning merupakan cara yang yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan perilaku individu dalam pembelajaran atau pelatihan. Pembelajaran sosial menunjukkan bahwa perilaku individu tidak hanya ditentukan oleh karakteristik internal mereka, tetapi juga oleh faktor eksternal seperti teman sebaya dan lingkungan.
Pembelajaran ini memungkinkan orang untuk belajar dari orang lain, membangun hubungan, berbagi keahlian, dan mendapatkan pengetahuan dengan lebih efektif daripada sebelumnya. Dengan memanfaatkan kekuatan interaksi peer-to-peer, pembelajaran sosial dapat memberikan pengalaman yang menarik dan interaktif bagi peserta didik dengan berbagai latar belakang dan gaya belajar.
Untuk membaca artikel lain pada Look Media blog, klik pada tautan berikut. Look Media Blog.